Kurikulum : Pengertian, Fungsi, Komponen, Jenis


Pada halaman ini akan dibahas mengenai Kurikulum : Pengertian, Fungsi, Komponen, Jenis. Semua informasi ini kami rangkum dari berbagai sumber. Semoga memberikan faedah bagi kita semua.
A. PENGERTIAN KURIKULUM
Pada awalnya, istilah “kurikulum” digunakan pada bidang olahraga, yang bermakna suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kata “kurikulum” berasal dari kata “chariot” yang berarti benda sejenis kereta pacu pada zaman dahulu, yaitu alat yang membawa seseorang dari “start” sampai “finish”.

Lebih lanjut, istilah “kurikulum” digunakan dalam bidang pendidikan.  Istilah “kurikulum” digunakan dalam pendidikan dan pengajaran, yang bermakna sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mendapat suatu ijazah atau naik tingkat. Kurikulum juga dapat didefinisikan sebagai keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.

istilah “kurikulum” baru populer di Indonesia sejak tahun lima puluhan, dipopulerkan oleh mereka yang mengenyam pendidikan di Amerika Serikat. Sebelumnya, kurikulum lazim disebutkan dengan istilah “rencana pelajaran”. Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory, and Practice mengartikan kurikulum sebagai “a plan for learning”, yaitu sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran. Berdasarkan pemikiran-pemikiran para ahli pendidikan, definisi kurikulum banyak mengalami perkembangan, yaitu dapat pula mencakup hal-hal yang tidak direncanakan akan tetapi turut mengubah perilaku peserta didik. Kurikulum juga tidak lagi hanya tentang sejumlah mata pelajaran tetapi juga meliputi hal-hal yang lebih luas. Perkembangandan perubahan definisi kurikulum ini turut disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih lanjut, ahli lainnya (Zais, 1976:6) menguraikan beberapa pengertian kurikulum, yaitu sebagai berikut:
  • Kurikulum sebagai program pelajaran;
  • Kurikulum sebagai isi pelajaran;
  • Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan;
  • Kurikulum sebagai pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah;
  • Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis untuk dilaksanakan.

Pendapat lainnya (Tanner dan Tanner: 1980) juga menguraikan konsepnya tentang kurikulum, yaitu sebagai berikut:
  • Kurikulum sebagai pengetahuan yang diorganisasikan;
  • Kurikulum sebagai modus mengajar;
  • Kurikulum sebagai arena pengalaman;
  • Kurikulum sebagai pengalaman;
  • Kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing;
  • Kurikulum sebagai kehidupan terbimbing;
  • Kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran;
  • Kurikulum sebagai sistem produksi secara teknologis;
  • Kurikulum sebagai tujuan.

B. FUNGSI KURIKULUM
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 1 Butir 19, kurikulum memiliki definisi sebagai berikut: “. . . seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”

Lebih lanjut, definisi kurikulum mengungkapkan adanya empat fungsi kurikulum sebagai berikut.
1. Kurikulum sebagai rencana
Kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar mengajar (atau rencana pembelajaran) yang dikembangkan dengan berlandaskan pada tujuan yang ingin dicapai (Taba, 1962:13).

2. Kurikulum sebagai pengaturan
Pengaturan dalam kurikulum dapat bermakna pengorganisasian materi (isi) pelajaran pada arah horizontal dan vertikal. Pengorganisasian pada arah horizontal berhubungan dengan lingkup dan penyatuan, sedangkan pengorganisasian pada arah vertikal berhubungan dengan urutan dan kontinuitas (Zais, 1976:395). Mengenai pengorganisasian kurikulum, Taba (1962:428) mengungkapkan pentingnya memerhatikan dua aspek pembelajaran, yaitu materi apa yang harus dikuasai serta proses mental apa yang terjadi.

3. Kurikulum sebagai cara
Pengorganisasian kurikulum mengarahkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan koteks pembelajaran. Pemilihan metode mengajar berkaitan erat dengan sifat materi pelajaran atau praktikum dan tingkat penguasaan yang diharapkan akan tercapai. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan pemahaman, sementara metode pemecahan masalah melatih kemampuan penalaran.

4. Kurikulum sebagai pedoman
Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran hendaknya memiliki kejelasan mengenai ide-ide dan tujuan yang ingin dicapai melalui adanya kurikulum.

C. KOMPONEN – KOMPONEN KURIKULUM
Ralph W. Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Intruction (1949), yang merupakan salah satu buku yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kurikulum, mengajukan empat pertanyaan pokok, yaitu:
  • Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
  • Bagaimanakan memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
  • Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
  • Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?
(dalam Nasution, 1994:17)

Ahli lainnya (Zain, 1976:295) mengatakan bahwa kurikulum terdiri dari empat komponen dasar, yaitu:
  • Aims, goals, and objectives
  • Content
  • Learning activities
  • Evaluation
(dalam Dimyati dan Muldjiono, 1994:260)

Nana Syaodih, Sukmadinata (1988:110) menguraikan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama. Komponen-komponen tersebut terdiri dari tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, dan evaluasi.

Berdasarkan penjelasan tentang komponen-komponen kurikulum, bisa disimpulkan terdapat empat komponen utama dari kurikulum, yaitu tujuan, materi pelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi.
Berikut penjabarannya.
1. Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum merupakan suatu pernyataan yang terkait dengan Tujuan Pendidikan Nasional atau Tupenas yang sifatnya umum dan berlaku bagi pendidikan umum dan pendidikan kejuruan. Perumusan Tupenas umumnya berlandaskan falsafah negara, yang menggambarkan watak, martabat, dan peradaban dalam berbangsa dan bernegara. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam Pasal 3 tercantum: “Pendidikan nasional . . . bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab." Hasil tersebutlah yang diharapkan dari sistem pendidikan di Indonesia.

Tujuan kurikulum berhubungan dengan hasil pendidikan dari jenis sekolah tertentu. Dengan kata lain, tujuan kurikulum berhubungan dengan tujuan dari suatu institusi pendidikan tertentu sehingga layak untuk diterjemahkan sebagai Tujuan Institusional. Rumusan tujuan institusional mendeskripsikan karakteristik lulusan dari institusi pendidikan yang bersangkutan, diuraikan ke dalam aspek keterampilan kognitif, keterampilan sosial (afektif) dan keterampilan psikomotor serta kekhususan dari institusi pendidikan yang bersangkutan. Untuk sekolah-sekolah kejuruan, hal ini dapat dihubungkan kepada penguasaan standar kompetensi yang berlaku secara nasional, regional atau internasional menurut kejuruan yang diselenggarakan. Dalam perumusan Tujuan Institusioal, institusi pendidikan sepatutnya berpedoman kepada Tujuan Pendidikan Nasional dan peran yang hendak diwujudkan dalam kehidupan masyarakat melalui pendidikan.

Tujuan kurikulum berhubungan pula dengan hasil pembelajaran di kelas sehingga berkaitan dengan hasil pembelajaran pada mata-mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum. Maka, tujuan kurikulum juga bisa diistilahkan dengan Tujuan Instruksional atau tujuan Pembelajaran karena berhubungan erat dengan aktivitas pengajar dalam pembelajaran peserta didik sehari-hari.  Oleh sebab itu, dalam perumusan tujuan kurikulum perlu dipertimbangkan tingkat kesiapan peserta didik untuk mempelajari dan mengembangkan pengalaman belajar yang disusun dalam kurikulum.

2. Materi Pelajaran
Pemilihan materi pelajaran berhubungan dengan artikulasi kurikulum dan pemilihan metode pembelajaran. Ada lima kaidah utama yang perlu diperhatikan dalam memilih materi pelajaran, yaitu: jenjang dan jenis pendidikan, struktur disiplin ilmu, struktur ilmu, kebermaknaan materi pelajaran, serta artikulasi vertikal dan horizontal.

Berikut penjelasannya.
a. Jenjang dan Jenis Pendidikan
Jenjang pendidikan formal terbagi atas pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.  Selain jenjang pendidikan, terdapat pula jenis pendidikan. Jenis pendidikan terbagi atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, Pasal 14, 15). Pengembangan kurikulum harus disesuaikan dengan jenjang dan jenis pendidikan dengan penetapan batas-batas cakupan dan kedalaman materi pelajaran yang sesuai.

b. Struktur Disiplin Ilmu
Ilmu pengetahuan sangat banyak jenis dan jumlahnya yang kemudian dikelompokkan kepada sejumlah disiplin ilmu tertentu. Namun, dengan banyaknya disiplin ilmu tersebut, bukan tidak mungkin adanya kombinasi antar disiplin ilmu sebagai cerminan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai struktur disiplin ilmu sangat diperlukan pada pemilihan mata pelajaran yang wajib/layak diberikan untuk jenjang pendidikan tertentu.

c. Struktur Ilmu
Suatu disiplin ilmu terbagi menjadi beberapa ilmu. Setiap ilmu mempunyai bentuk struktur dan hierarki. Pemahaman terhadap hierarki struktur ilmu diperlukan dalam mengatur urutan pembelajaran sehingga tidak terjadi tumpang-tindih dan pengulangan yang menyebabkan tidak efisiennya proses pembelajaran. Pemahaman terhadap struktur ilmu akan memudahkan pendidik menyiapkan Satuan Acara Pembelajaran (SAP) dalam penggunaan model pembelajaran.

d. Kebermaknaan
Ausubel dan Robinson (1969:50-72) menyatakan bahwa pemilihan materi pelajaran tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Pemilihan materi harus menghasilkan proses belajar yang bermakna. Pemahaman akan struktur ilmu dan syarat kebermaknaan materi perlu dihubungkan dengan pengetahuan tentang terbentuknya struktur kognitif (pengetahuan).

e. Artikulasi Vertikal dan Horizontal
Apabila seorang pendidik bermaksud meningkatkan hubungan pembelajaran dalam suatu disiplin ilmu atau suatu pelajaran tertentu, berarti pendidik tersebut melakukan artikulasi vertikal. Di sisi lain, apabila seorang pendidik bermaksud mengembangkan pemahaman hubungan dari beberapa disiplin ilmu atau mata pelajaran, berarti pendidik tersebut melakukan artikulasi horizontal. Penggabungan artikulasi vertikal dan artikulasi horizontal diterapkan pada kurikulum spiral (Tanner&Tanner, 1980:541-542). Dalam kurikulum spiral ini, integrasi vertikal bermakna pendalaman ilmu dan integrasi horizontal bermakna memperluas wawasan ilmu.

3. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan interaksi antar peserta didik, materi pelajaran, dan pendidik. Jika dipandang dari sisi peserta didik, proses pembelajaran merupakan kegiatan belajar. Zais (1976:350) menekankan bahwa pengalaman belajarlah yang membawa peserta didik meraih tujuannya, bukan materi pelajaran. Pengalaman belajar menumbuhkan pengertian tentang pengetahuan yang dipelajari, minimal pada tingkat pemahaman dan penerapannya. Pengalaman belajar akan baik jika dituntaskan secara bertahap demi menghindari hambatan atas terbentuknya pengalaman yang sejalan dengan pertambahan umur peserta didik. Pengembang kurikulum dalam melandaskan pemilihan materi pelajaran serta menetapkan cakupan dan urutan hendaknya menyesuaikan hal tersebut dengan pemikiran peserta didik, bukan dengan pola pemikiran orang dewasa.

Ada banyak variasi aktivitas belajar berkaitan dengan kondisi wilayah penerapannya. Maka, dalam pemilihan ragam aktivitas pembelajaran, pengembang kurikulum hendaknya berpegang pada prinsip kesamaan dengan komponen-komponen kurikulum lainnya. Akan sulit jika dilakukan pemilihan dan pengorganisasian aktivitas belajar yang memenuhi semua kondisi pembelajaran.

Perbedaan makna aktivitas belajar dengan pengalaman belajar tertuju pada makna aktivitas dan pengalaman, atau antara niat dan hasil. Adanya perbedaan makna ini menyarankan pada tahap perencanaan kurikulum, hendaknya kegiatan belajar dijabarkan secara rinci, sedangkan pada tahap evaluasi, pengalaman belajar dijadikan dasar penilaian atas efektivitas kegiatan belajar itu.

4. Evaluasi
Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk megubah perilaku peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam kurikulum. Evaluasi merupakan komponen kurikulum yang dirancang untuk memperlihatkan hasil dari suatu pendidikan yang terwujud dalam perilaku peserta didik. Evaluasi sejatinya termasuk suatu proses yang berkesinambungan selama peserta didik tercatat sebagai siswa dari suatu institusi pendidikan.

Metode evaluasi mencakup cara-cara mendapatkan bukti-bukti yang valid dalam mencapai suatu tujuan yang terdiri dari observasi perilaku dan kinerja, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Evaluasi memiliki arti yang lebih luas dari hanya sekadar menguji dan memberi nilai para peserta didik. Evaluasi mencakup:
  • Klarifikasi mengenai tujuan sampai pada penjabaran tentang indikator perilaku yang menunjukkan pencapaian tujuan dalam bidang tertentu.
  • Pengembangan dan penerapan cara-cara mengenali perubahan pada diri peserta didik.
  • Menemukan cara yang sesuai untuk merangkum dan menafsirkan suatu perubahan.
  • Penggunaan informasi yang diperoleh mengenai kemajuan atau hambatan yang dihadapi peserta didik sebagai landasan dalam penyempurnaan kurikulum, metode pembelajaran, dan bimbingan.

Sifat dari program evaluasi berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai disertai cara tujuan tersebut dirumuskan dan penggunaan hasil evaluasi. Evaluasi dimulai dengan kepedulian terhadap tujuan dan diakhiri dengan penilaian terhadap hasil yang dicapai. Dengan demikian, evaluasi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
  • Evaluasi sebagai sarana validasi hipotesis yang menjadi dasar pengembangan kurikulum
  • Evaluasi dalam mengemukakan dampak dari suatu program tidak hanya menyediakan informasi yang berhubungan dengan sasaran program, tetapi juga menumbuhkan produk sampingan.
  • Evaluasi menyediakan informasi mengenai kelemahan dan kekuatan dari suatu program dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

D. KLASIFIKASI MACAM – MACAM JENIS KURIKULUM
Jika ditinjau dari sudut pandang guru sebagai pengembang kurikulum, kurikulum dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut.
1. Open curriculum (kurikulum terbuka)
Dalam open curriculum, guru memiliki kebebasan dalam mengembangkan kurikulum sesuai kemampuannya.

2. Close curriculum (kurikum tertutup)
Dalam close curriculum, kurikulum telah ditentukan dengan tetap secara pasti mengenai tujuan, materi, metode dan evaluasinya sehingga guru tinggal melaksanakan apa adanya.

3. Guide curriculum (kurikulum terbimbing)
Guide curriculum berarti kurikulum setengah terbuka dan setengah tertutup. Rambu-rambu pengajar sudah ditentukan dalam kurikulum, namun guru masih diberikan kemungkinan untuk mengembangkan lebih lanjut dalam teks.

Sementara itu, Nasution juga membagi jenis-jenis kurikulum menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Separated curriculum (kurikulum terpisah)
Separated curriculum merupakan jenis organisasi kurikulum yang terdiri dari mata pelajaran yang terpisah-pisah. Kurikulum jenis ini disebut pula dengan kurikulum mata pelajaran terpisah atau tidak menyatu. Data-data dalam pelajaran disajikan secara terpisah dalam masing-masing mata pelajaran.
Penyusunan separated curriculum berlandaskan pada pengalaman dan budaya manusia sepanjang masa yang kemudian disederhanakan dan disusun secara logis. Dilakukan pula penyesuaian sesuai dengan umur dan perkembangan peserta didik. Pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman-pengalaman tersebut diterapkan pada kurikulum itu. Kemudian oleh sekolah, kurikulum tersebut dibagi-bagi menurut keperluannya pada setiap tingkatan kelas dengan kadar yang sesuai.
Terdapat sejumlah kelebihan dari sistem separated  curriculum. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Memudahkan guru dalam pelaksanaan kurikulum
  • Materi pelajaran dapat disajikan dengan logis dan sistematis
  • Mudah direncanakan, mudah dilaksanakan, dan mudah dilakukan perubahan apabila dsewaktu-waktu diperlukan perubahan

Di sisi lain, terdapat pula sejumlah kekurangan dari sistem separated curriculum ini. Berikut beberapa diantaranya.
  • Perkembangan dan pertumbuhan peserta didik tidak terlalu harmonis
  • Kurang mengacu kepada masalah-masalah yang dijumpai oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari
  • Kurang bisa mengikuti perubahan zaman
  • Terlalu menekankan pada pengembangan intelektual dan kurang memperhatikan faktor-faktor lain

2. Correlated curriculum (kurikulum korelatif)
Correlated berasal dari kata correlation yang bermakna korelasi atau berhubungan satu sama lain. Correlated curriculum bermakna kurikulum yang menghubungkan antara satu pelajaran dengan pelajaran yang lain. Mata pelajaran pada kurikulum ini dikaitkan dan disusun sedemikian rupa dengan diperkuat satu sama lainnya sehingga tidak berdiri sendiri. Untuk memadukan mata pelajaran tersebut satu sama lain, perlu ditempuh cara-cara korelasi yaitu sebagai berikut.
  • Korelasi okasional atau insidental; korelasi yang diadakan sewaktu-waktu jika terdapat hubungannya
  • Korelasi etis; korelasi yang bertujuan untuk mendidik budi pekerti sebagai pusat pembelajaran yang diserap dari pendidikan agama atau budi pekerti
  • Korelasi sistematis; korelasi yang disusun langsung oleh guru
  • Korelasi informal; kurikulum yang disusun dengan cara kerjasama antara beberapa guru dengan menghubungkan pelajaran yang diampu oleh satu guru dengan guru lainnya
  • Korelasi formal; kurikulum yang sudah terlebih dahulu direncanakan oleh guru atau tim
  • Korelasi meluas; korelasi yang memadukan beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas yang saling mendekati

Terdapat sejumlah kelebihan dari sistem correlated  curriculum. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Terdapat hubungan antara beberapa mata pelajaran sehingga materi yang dipelajari tersebut diterima secara utuh oleh peserta didik dan tidak terpisah
  • Hubungan antara beberapa mata pelajaran memudahkan peserta didik menerapkan pengetahuan yang didapatnya ke dalam kehidupan sehari-hari dan mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut
  • Materi pelajaran lebih mudah dipahami
  • Pemahaman peserta didik lebih luas dan berkembang
  • Lebih banyak manfaat dalam kehidupan peserta didik

Di sisi lain, terdapat pula sejumlah kekurangan dari sistem correlated curriculum ini. Berikut beberapa diantaranya.
  • Masih terpusat kepada mata pelajaran
  • Pengetahuan yang disampaikan kurang sistematis dan mendalam

3. Integrated curriculum (kurikulum terpadu)
Integrated curriculum merupakan kurikulum yang bahan ajarnya diberikan secara terpadu. Contohnya adalah mata pelajaran IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial yang merupakan perpaduan dari mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi. Pada jenjang Sekolah Dasar, terdapat pula pembelajaran dengan sistem tematik yang menggabungkan mata pelajaran berdasarkan tema-tema tertentu.
Terdapat sejumlah kelebihan dari sistem integrated  curriculum. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Materi-materi yang dipelajari saling berkaitan erat
  • Kurikulum sesuai dengan teori belajar yang melandaskan kegiatan belajar kepada pengalaman, kesanggupan, kematangan, dan minat peserta didik

Di sisi lain, terdapat pula sejumlah kekurangan dari sistem integrated curriculum ini. Berikut beberapa diantaranya.
  • Organisasi kurikulum kurang sistematis
  • Pelaksanaan akan sedikit lebih rumit
Dalam:

Share:


Anda Juga Bisa Baca

Tidak ada komentar:

Posting Komentar