Tampilkan postingan dengan label Fisika Modern. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fisika Modern. Tampilkan semua postingan
Prinsip Relativitas Einstein

Prinsip Relativitas Einstein

relativitas einstein
Siapa yang tidak kenal formula Einstein E = mc2 atau paradoks si kembar yang mendapati saudara kembarnya sudah jauh lebih tua setelah ia melakukan perjalanan dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya? Namun tidak semua orang tahu kalau “keajaiban” tersebut hanyalah bagian kecil dari teori relativitas Einstein, serta bagaimana sebenarnya Einstein mendapatkan teori relativitas tersebut. Einstein menyelesaikan teori relativitas umum pada 1915. Teori relativitas umum menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik tidak sesuai dengan teori gerakan Newton. Menurut Newton, gravitasi dianggap sebagai kekuatan tarik-menarik. Planet-planet bergerak mengelilingi matahari dalam bentuk lingkaran elips karena matahari memiliki kekuatan gravitasi yang amat besar. Tapi menurut Einstein, gravitasi tidak dianggap sebagai kekuatan tarik-menarik, tetapi lebih sebagai kekuatan eksterior yang merupakan konsekwensi dari ruang dan waktu atau ruang-waktu. Rangkaian ruang-waktu empat-dimensi yang melengkung seringkali dilukiskan seperti sebuah karet yang dimelarkan oleh benda bermassa seperti bintang, galaksi, dan lain-lain. Benda bermassa seperti matahari melengkungkan ruang-waktu di sekelilingnya dan planet-planet bergerak di sepanjang jalur melengkungnya ruang-waktu. Menurut Einstein “ materi memberitahu ruang bagaimana cara melengkungkan/memelarkan dirinya; ruang memberitahu materi cara bergerak”.
Teori relativitas umum memprediksi dengan tepat sampai pada tingkatan apakah sebuah sinar cahaya akan terbentang saat ia lewat di dekat matahari. Kalau dipaksa menyimpulkan teori relativitas umum dalam satu kalimat: Keberadaan ruang, waktu, dan gravitasi tidak terpisahkan dari benda.
Teori relativitas Albert Einstein adalah sebutan untuk kumpulan dua teori fisika; relativitas umum dan relativitas khusus. Kedua teori ini diciptakan untuk menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik tidak sesuai dengan teori gerak yang dijelaskan Newton.
Gelombang elektromagnetik dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat. Inti pemikiran dari kedua teori ini adalah bahwa dua pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama, namun isi hukum fisika akan terlihat sama oleh keduanya.
Tulisan Einstein tahun 1905, “Tentang Elektrodinamika Benda Bergerak”, memperkenalkan teori relativitas khusus. Relativitas khusus menunjukkan bahwa jika dua pengamat berada dalam kerangka acuan lembam dan bergerak dengan kecepatan sama relatif terhadap pengamat lain, maka kedua pengamat tersebut tidak dapat melakukan percobaan untuk menentukan apakah mereka bergerak atau diam. Bayangkan ini seperti saat Anda berada di dalam sebuah kapal selam yang bergerak dengan kecepatan tetap. Anda tidak akan dapat mengatakan apakah kapal selam tengah bergerak atau diam. Teori relativitas khusus didasarkan pada postulat 1 Einstein bahwa kecepatan cahaya (c = 300000 km/s) akan sama terhadap semua pengamat yang berada dalam kerangka acuan inersia.
Postulat 2 yang mendasari teori relativitas khusus adalah bahwa hukum fisika memiliki bentuk matematis yang sama dalam kerangka acuan inersial manapun. Dalam teori relativitas umum, postulat ini diperluas untuk mencakup tidak hanya kerangka acuan inersial, namun menjadi semua kerangka acuan.
Relativitas umum diterbitkan oleh Einstein pada 1916 (disampaikan sebagai satu seri pengajaran di hadapan “Prussian Academy of Science” 25 November 1915). Akan tetapi, matematikawan Jerman David Hilbert menulis dan menyebarluaskan persamaan sejenis sebelum Einstein. Ini tidak menyebabkan tuduhan pemalsuan oleh Einstein, tetapi kemungkinan mereka merupakan para pencipta relativitas umum.
Teori relativitas umum menggantikan hukum gravitasi Newton. Teori ini menggunakan matematika geometri diferensial dan tensor untuk menjelaskan gravitasi. Teori ini memiliki bentuk yang sama bagi seluruh pengamat, baik bagi pengamat yang bergerak dalam kerangka acuan lembam ataupun bagi pengamat yang bergerak dalam kerangka acuan yang dipercepat. Dalam relativitas umum: gravitasi bukan lagi sebuah gaya (seperti dalam Hukum gravitasi Newton) tetapi merupakan konsekuensi dari kelengkungan (curvature) ruang-waktu. Relativitas umum menunjukkan bahwa kelengkungan ruang-waktu ini terjadi akibat kehadiran massa.
Gambar: Kelengkungan dalam ruang waktu yang disebabkan oleh rotasi Bumi (photo oleh: NASA/GP-B)

Pada tanggal 14 Desember 1922 Albert Einstein menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial University tentang ide-idenya
yang melatar-belakangi lahirnya teori relativitas khusus dan umum. Kuliah ini merupakan bagian dari lawatan Einstein ke Jepang selama 43 hari di penghujung tahun 1922 bersama istrinya Elsa. Lawatan ini cukup unik, karena inilah satu-satunya lawatan Eistein ke Asia. Selama kunjungan tersebut, Einstein memiliki jadwal yang sangat ketat, ia harus memberikan kuliah untuk para profesional (fisikawan) serta publik umum.

Di bawah ini adalah kuitpan isi pidato Einstein!
Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menceritakan secara lengkap bagaimana saya mendapatkan teori relativitas. Hal ini disebabkan oleh adanya beragam kompleksitas yang secara tidak langsung memotivasi pemikiran manusia. Saya pun tidak ingin menyampaikan secara rinci perkembangan pemikiran saya berdasarkan makalah-makalah ilmiah saya, namun saya akan secara sederhana menyampaikan pada anda esensi perkembangan pemikiran tersebut.
Pertamakali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas sekitar 17 tahun lalu (1905). Saya tidak dapat mengatakan secara eksak darimana ide semacam ini muncul, namun saya yakin ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak. Cahaya merambat dalam lautan ether dan bumi bergerak dalam ether yang sama. Oleh karena itu gerakan ether haruslah dapat diamati dari bumi. Namun saya tidak pernah menemukan satu bukti pengamatan aliran ether tersebut di dalam literatur fisika. Saya sangat terdorong untuk membuktikan aliran ether relatif terhadap bumi, dengan kata lain gerakan bumi di dalam ether. Pada saat itu saya sama sekali tidak meragukan eksistensi ether serta gerakkan ether tersebut. Sebenarnya saya mengharapkan kemungkinan pengamatan pada perbedaan antara kecepatan cahaya yang bergerak searah dengan gerakan bumi dan cahaya yang bergerak berlawanan (dengan bantuan pantulan cermin). Ide saya dapat direalisasi dengan menggunakan sepasang termokopel untuk mengukur perbedaan panas atau energi mereka. Ide ini mirip dengan eksperimen interferensi Albert Michelson, namun saat itu saya tidak begitu familiar dengan eksperimen Michelson. Saya berkenalan dengan hasil-nihil (null-result) eksperimen Michelson saat saya masih mahasiswa dan sejak saat itu saya sangat terobsesi dengan ide saya. Secara intuisi saya merasakan bahwa jika kita menerima hasil-nihil tersebut maka ia akan mengantarkan kita pada satu kesimpulan bahwa pandangan kita tentang bumi yang bergerak di dalam ether adalah salah. Ini adalah langkah pertama yang menarik saya ke arah teori relativitas khusus. Sejak saat itu saya mulai yakin bahwa jika bumi bergerak mengelilingi matahari maka gerakannya tidak pernah dapat dideteksi dengan eksperimen yang menggunakan cahaya.
Pada tahun 1895 saya membaca makalah Hendrik Lorentz yang mengklaim bahwa ia dapat memecahkan problem elektrodinamika seutuhnya melalui pendekatan pertama, yaitu suatu pendekatan dimana pangkat dua atau lebih dari rasio antara kecepatan benda dan kecepatan cahaya diabaikan. Setelah itu saya mencoba mengembangkan argumen Lorentz pada hasil eksperimen Armand Fizeau dengan mengasumsikan bahwa persamaan gerak elektron, sebagaimana telah dibuktikan Lorentz, berlaku dalam sistem koordinat baik yang mengacu pada benda bergerak maupun pada vakuum. Saya yakin dengan keabsahan elektrodinamika yang disusun oleh Maxwell dan Lorentz dan saya sangat yakin bahwa mereka dengan tepat menjelaskan fenomena alam yang sebenarnya. Lebih-lebih pada fakta bahwa persamaan yang sama berlaku dalam sistem koordinat bergerak serta sistem vakuum, jelas memperlihatkan sifat invarian (tidak berubah) cahaya. Walau demikian, kesimpulan ini bertentangan dengan hukum komposisi kecepatan yang dianut saat itu. Mengapa kedua hukum dasar ini bertentangan satu sama lain? Masalah besar ini membuat saya berfikir keras. Saya harus menghabiskan setahun penuh dengan sia-sia dalam mengeksplorasi kesempatan memodifikasi teori Lorentz. Masalah ini terlihat terlalu berat untuk saya!
Suatu hari, sebuah percakapan dengan teman saya di Bern membantu saya memecahkan masalah besar ini. Saya mengunjunginya pada hari yang cerah dan bertanya padanya: “Saat ini saya sedang dihadapkan pada masalah besar yang saya kira tidak pernah dapat diselesaikan. Sekarang saya ingin membagi masalah ini dengan anda.” Saya menghabiskan pelbagai diskusi dengannya. Tiba-tiba saya mendapatkan ide yang sangat penting. Esoknya saya katakan kepadanya : “Terimakasih banyak. Saya telah memecahkan seluruh masalah saya.”
Ide utama saya untuk pemecahan masalah ini berkenaan dengan konsep waktu. Waktu tidak boleh didefinisikan a priori sebagai suatu realitas absolut. Waktu haruslah bergantung pada kecepatan sinyal. Masalah besar ini dapat diselesaikan dengan konsep baru tentang waktu.
Hanya dalam lima minggu saya dapat menyelesaikan prinsip relativitas khusus setelah penemuan tersebut. Saya juga tidak memiliki keraguan akan keabsahan prinsip ini dari sisi filosopis. Lagipula prinsip ini sesuai dengan prinsip Mach, paling tidak sebagian jika dibandingkan dengan kesuksesan teori relativitas umum. Inilah cara saya membangun teori relativitas khusus.
Langkah pertama menuju teori relativitas umum muncul dua tahun kemudian (1907) dengan cara yang berbeda.
Saya tidak terlalu puas dengan teori relativitas khusus karena prinsip relativitas hanya terbatas pada gerak relatif dengan kecepatan konstan namun tidak dapat diaplikasikan pada gerak secara umum. Pada tahun 1907 saya diminta oleh Johannes Stark untuk menulis ulasan tentang pelbagai hasil eksperimen dari teori relativitas khusus dalam laporan tahunannya Jahrbuch der Radioaktivitaet und Elektronik. Ketika diminta untuk menulis artikel ini saya sadar bahwa teori relativitas khusus dapat diterapkan pada semua fenomena alam kecuali gravitasi. Saya benar-benar ingin mencari jalan untuk menerapkan teori ini pada kasus gravitasi. Namun saya tidak dapat menyelesaikan hal ini dengan mudah. Satu hal yang membuat saya frustrasi adalah fakta bahwa meski teori relativitas khusus memberikan relasi yang sempurna antara kelembaman dan energi, sementara relasi antara kelembaman dan berat (inersia dan sistem gravitasi) tidak tersentuh sama sekali. Saya curiga bahwa masalah ini berada jauh di luar cakupan teori relativitas khusus.
Suatu hari saya sedang duduk di atas sebuah kursi di Kantor Paten Swiss di Bern. Inilah saatnya sebuah ide cemerlang melintas di benak saya. “Seseorang yang jatuh bebas tidak akan mengetahui berat badannya.” Ide sederhana ini memberi saya pemikiran yang mendalam. Emosi liar yang melanda saya saat itu mendorong saya ke arah teori gravitasi. Saya kembali berfikir, “Seseorang yang jatuh bebas memiliki percepatan.” Pengamatan yang dilakukan oleh orang ini sebenarnya dilakukan pada sistem yang dipercepat. Saya memutuskan untuk memperluas prinsip relativitas dengan memasukkan percepatan. Saya juga berharap, dengan menggeneralisasi teori ini saya akan sekaligus memecahkan masalah gravitasi. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa orang yang jatuh bebas tidak merasakan berat badannya akibat adanya medan gravitasi lain yang menghilangkan medan gravitasi bumi. Dengan kata lain, setiap benda yang dipercepat membutuhkan medan gravitasi baru.
Meski demikian saya tidak dapat memecahkan masalah ini secara utuh. Delapan tahun saya habiskan untuk menurunkan relasi yang nyata. Sebelum itu, saya hanya mendapatkan potongan-potongan dasar teori tersebut.
Ernst Mach juga mengklaim prinsip ekivalensi antar sistem-sistem yang dipercepat. Namun jelas hal ini tidak cocok dengan geometri biasa. Hal ini disebabkan karena jika sistem-sitem semacam ini diizinkan, maka geometri Euclidean tidak berlaku di setiap sistem. Menjelaskan hukum fisika tanpa geometri sama saja dengan menjelaskan suatu pemikiran tanpa kata-kata. Kita harus mempersiapkan kata-kata tersebut sebelum kita dapat menjelaskan pemikiran kita. Jadi, apa yang harus saya letakkan sebagai landasan teori saya?
Masalah ini tetap tak terselesaikan hingga tahun 1912. Pada tahun itu saya menyadari bahwa teori permukaan Karl Friedrich Gauss dapat menjadi dasar yang baik untuk memecahkan misteri di atas. Bagi saya, koordinat permukaan Gauss merupakan peralatan yang sangat penting. Namun saya tidak mengetahui bahwa George Riemann sebelumnya telah mengembangkan dasar-dasar geometri yang sangat mendalam. Saya hanya ingat teori Gauss yang saya dapat dalam kuliah dari seorang dosen matematika bernama Carl Friedrich Geiser ketika saya masih mahasiswa. Jadi saya semakin yakin bahwa sifat-sifat dasar dari geometri haruslah memiliki arti fisis.
Sekembalinya saya ke Zurich dari Praha saya menemui teman dekat saya, seorang ahli matematika, Marcel Grossmann. Ia membantu saya mencarikan referensi-referensi matematika yang agak asing bagi saya ketika saya masih di kantor paten Swiss di Bern. Inilah untuk pertamakali saya belajar darinya hasil karya Curbastro Ricci serta makalah-makalah Riemann. Saya tanyakan kepadanya apakah masalah saya dapat diselesaikan dengan teori Riemann, yaitu apakah invarian dari elemen garis cukup untuk menentukan seluruh koefisien yang saya cari. Selanjutnya, saya berkolaborasi dengannya dalam menulis sebuah makalah pada tahun 1913, meski persamaan gravitasi yang sesungguhnya belum dapat diturunkan saat itu. Penyelidikan lebih lanjut dengan menggunakan teori Riemann, sayangnya, menghasilkan banyak kesimpulan yang bertentangan dengan harapan saya.
Dua tahun berikutnya berlalu saat saya masih memutar otak untuk memecahkan masalah ini. Pada akhirnya saya menemukan satu kesalahan pada perhitungan saya sebelumnya. Saya kembali mencoba menurunkan persamaan gravitasi yang benar berdasarkan teori invarian. Setelah dua minggu bekerja, jawaban akhir muncul di depan saya.
Setelah tahun 1915 saya mulai mengerjakan problem kosmologi. Riset yang saya lakukan menyangkut geometri dan waktu jagad raya. Riset ini didasarkan pada pembahasan syarat batas teori relativitas umum dan argumen kelembaman Mach. Meski saya tidak mengetahui sejauh mana dampak ide Mach pada substansi relativitas umum dari kelembaman, saya yakin bahwa pemikiran besar ini merupakan filosopi dasar saya.
Mula-mula saya mencoba membuat syarat batas persamaan gravitasi menjadi invarian. Belakangan saya bahkan dapat menghilangkan batasan ini dengan asumsi bahwa jagad raya bersifat tertutup. Dengan demikian saya berhasil memecahkan masalah kosmologi. Sebagai hasilnya diperoleh bahwa kelembaman muncul sebagai satu sifat relatif di antara materi dan haruslah lenyap jika tidak ada benda lain yang berinteraksi dengannya. Saya yakin jika sifat penting ini membuat teori relativitas umum memuaskan kita bahkan dalam pandangan epistemologi sekalipun.
Dengan ini saya ingin mengakhiri cerita singkat saya tentang bagaimana saya membangun teori relativitas. Terimakasih banyak.!!!!
Konsep Eter

Konsep Eter

konsep eter

Prinsip relativitas Newton dan tranformasi Galileo ternyata bertentangan satu sama lain ketika diterapkan pada konsep gelombang elektromagnetik Maxwell yaitu kelajuan gelombang elektromagnetik di ruang hampa hanya bergantun pada dua konstanta, yaitu permeativitas dan permeabilitas ruang hampa dan besar kelajuan ini adalah
 Prinsip relativitas Newton mengatakan bahwa hukum fisika sama untuk semua kerangka inersial. Jika prinsip ini benar untuk semua rumus fisika (termasuk listrik dan magnet) maka μ0 dan ε0 tetap sama diukur oleh kerangka inersial manapun dengan kata lain, kelajuan cahaya di ruang hampa selalu sama diukur oleh pengamat manapun yang berada dalam kerangka inersial.
Pada gambar 1a lampu depan menyala dan Dono berdiri di belakang kereta. Anggap kecepatan cahaya relatif terhadap kereta adalah c dan kecepatan kereta relatif terhadap Dono adalah v. Menurut Dono kecepatan cahaya lampu depan adalah (rumus penjumlahan kecepatan Galileo):
vp = c + v
pada gambar 1b kecepatan cahaya lampu belakang menurut Dono adalah:
vp = -c + v
hasil ini menunjukkan bahwa besar kecepatan cahaya tidak konstan! Ini bertentangan dengan prinsip relativitas Newton. Ada dua alternatif untuk menyelesaikan pertentangan ini yaitu
  • Tolak rumus penjumlahan kecepatan Galileo atau
  • Menerima bahwa hukum/rumus listrik dan magnet tergantung kerangka acuan
Dari dua pilihan sulit di atas, Fisikawan abad ke-19 cenderung memilih pilihan kedua. Mereka setuju untuk memilih bahwa rumus listrik magnet tergantung pada kerangka acuan. Dalam kerangka tertentu kelajuan cahaya c = 3 x 108 m/s, tetapi di kerangka lain bisa lebih besar atau lebih kecil. Menurut mereka, hal ini dimungkinkan jika cahaya bersifat seperti bunyi yang membutuhkan medium untuk merambat.
Pada udara tenang bunyi merangkat dengan kelajuan sekitar 331 m/s. Namun ketika angin bertiup dengan kecepatan 18 m/s mendekati pengamat, kecepatan rambat bunyi (relatif terhadap pengamat) menjadi 331 + 18 = 349 m.s-1. Sebaliknya jika arah angin menjauhi pengamat, maka kecepatan rambatnya menjadi 331 – 18 = 313 m/s.
Demikian juga dengan cahaya, ketika medium cahaya diam, kecepatannya c = 3 x 108 m/s, tetapi medium cahaya bergerak kecepatan cahaya bisa lebih besar atau lebih kecil dari c.
PERTANYAANNYA! Medium apakah yang merambatkan cahaya?????
Fisikawan abad ke-19 menamakan medium ini eter. Menurut mereka sifat-sifat eter adalah,
  • Ada di mana-mana bahkan di ruang hampa sekalipun
  • Tidak bermassa
  • Tidak memberikan efek apa-apa pada gerakan planet/benda
Apakah eter benar-benar ada?? Konsekuensi apa yang kita hadapi jika ada eter?? Bagaimana cara mendeteksi eter?
Bukankah Fisikawan abad ke-19 mempostulatkab bahwa eter tidak memberikan efek apa-apa pada gerak planet atau benda? Ya, benar bahwa eter dianggap tidak mempengaruhi gerak benda (seperyi gaya gesek) sehingga tidak dapat dirasakan seperti udara. Namun sebagai medium perambatan cahaya, gerakan eter pasti mempengaruhi kelajuan cahaya, seperti gerakan udara mempengaruhi kecepatan bunyi. Jika kelajuan cahaya berubah, panjang gelombang cahaya juga berubah, hal inilah yang diharapkan teramati oleh para fisikawan.
Pada gambar 1, anggap bumi berada di titik E bergerak dengan kecepatan v (kecepatan revolusi bumi = 30 km/s) ke kanan. Jika kita anggap eter sedang bergerak ke kanan dengan kelajuan v maka pengamat di E tidak akan mendeteksi gerakan eter. Namun ketika bumi berada di A, B dan C, eter akan bergerak relatif terhadap bumi, sehingga diharapkan teramati perubahan kelajuan cahaya. Gerakan eter relatif terhadap bumi ini dikenal dengan nama angin eter (ether wind). Jika eter bergerak bersama matahari, angin eter ini seharusnya juga terdeteksi.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh para fisikawan untuk mendeteksi angin eter ini. Akhirnya dengan kesabaran dan ketelitiannya, Michelson dan Morley (percobaan Michelson dan Morley) berhasil membuktikan bahwa angin eter itu tidak ada.
Transformasi Lorentz

Transformasi Lorentz

Steven yang berada pada kerangka acuan inersia S, sedangkan Camelia berada pada kerangka acuan bergerak, S’. Kerangka acuan S’ ini bergerak sepanjang sumbu X’ positif dengan kecepatan v relatif terhadap Steven.
gambar transformasi lorentz
Gambar 1
Pada suatu tempat terjadi ledakan kecil. Menurut Steven peristiwa ini terjadi pada koordinat ruang dan waktu (x, y, z, t), sedangkan menurut Camelia peristiwa ini terjadi pada koordinat ruang dan waktu (x’, y’, z, t,). Agar seluruh koordinat memiliki dimensi yang sama, maka kita kalikan koordinat waktu dengan c (kecepatan cahaya), sehingga penulisan koordinat peristiwa itu menjadi (x, y, z, ct) untuk Steven dan (x’, y’, z’, ct’) untuk Camelia.
Untuk mencari hubungan antara (x, y, z, ct) dan (x’, y’, z’, ct’), kita tuliskan x’ sebagai kombinasi linier dari x, y, z dan ct.
x’ = a11x + a12y + a13z + a14 ct
dengan a11, a12, a13 dan a14 adalah konstanta yang hendak dicari. Mengapa hanya diambil suku linear dari z, y, z, dan ct? Bagaimana dengan suku x2, y2, z2, x3, dan seterusnya?
Hubungan antara x’, y’, z’ dan ct’ dengan x, y, z, ct dapat ditulis sebagai berikut:
x’ = a11x + a12y + a13z + a14 ct
y’ = a21x + a22y + a23z + a24 ct
z’ = a31x + a32y + a33z + a34 ct
ct’ = a41x + a42y + a43z + a44 ct                       (1)
ke-16 koefisien aij dapat ditentukan dengan menggunakan dua postulat Einstein.
Postulat 1: hukum fisika sama dalam semua kerangka inersial. Dengan postulat ini maka kita boleh mengatan y’ = y dan z’ = z.
Misalnya Steven dan Camelia mengamati batu yang jatuh bebas dari ketinggian y0. Camelia bergerak dengan kecepatan v ke arah sumbu X positif sedangkan Steven diam. Karena Steven dan Camelia keduanya berada dalam kerangka acuan inersial, maka menurut postulat 1, Steven dan Camelia akan melihat batu jatuh dengan hukum yang sama yaitu rumus y = y0 – ½ gt2. Jadi y = y’ dan z = z’.
Kondisi y = y’ dan z = z’ akan memberikan a22 = a33 = 1 dan a21 = a23 = a24 = a31 = a32 = a34 = 0. Dengan demikian persamaan 1 menjadi
x’ = a11x + a12y + a13z + a14 ct
y’ = y
z’ = z
ct’ = a41x + a42y + a43z + a44 ct            (2)
perhatikan persamaan terakhir dari persamaan 2. Jika a42 tidak sama dengan nol, makajam yang diletakkan pada posisi y’ dan -y’ akan mencatat hasil yang berbeda. Bayangkan ada dua jam yang dipegang Camelia tapi menunjukkan angka yang terus berbeda-beda, Ini tidak logis! Demikian juga jika koefisien a43 tidak nol maka jam yang diletakkan pada posisi z’ dan – z’ akan mencatat waktu yang berbeda. Jadi dapat disimpulkan bahwa
a42 = 0
a43 = 0
sekarang perhatikan persamaan pertama dari persamaan 2. Misalnya pada t = 0, posisi pusat koordinat kerangka S’ berimpit dengan pusat koordinat kerangka S(x’ = x = 0). Ketika waktu dalam kerangka S menunjukkan t, posisi suatu titik pada x’ = 0 dalam kerangka S adalah x = vt. Gunakan hasil ini pada persamaan 2, kita dapatkan
x’ = a11x + a12y + a13z + a14 ct
0 = a11 vt + a12y + a13z + a14 ct
0 = (a11v + a14c)t + a12y + a13z
Karena t, y dan z tidak saling bergantungan, maka persamaan di atas akan dipenuhi hanya jika:
a14c = -a11v
a12 = a13 = 0
dengan demikian kita mempunyai persamaan berikut:
x’ = a11(x – vt)
y’ = y
z’ = z
ct’ = a41x + a44 ct      (2)
untuk menentukan koefisien a11, a41, dan a­44 kita gunakan postulat 2: yang mengatakan bahwa: kelajuan cahaya sama pada setiap kerangka inersial.
Gambar 2
Perhatikan gambar 2a. Pada gambar gelombang elektromagnetik dipancarkan ketika S dan S’ berimpit (ketika t = 0). Gelombang dipancarkan dari O’ (=O), dan merambat ke segalah arah.
Menurut Camelia yang berada pada S’, setelah waktu t’ gelombang mencapai titik P(x’, y’, z’). Jika dalam kerangka ini kelajuan cahaya sama dengan c, maka panjang lintasan O’P sama dengan ct’,
Steven yang berada di kerangka S mencatat gelombang ini mencapai titik P dalam waktu t, dan menurut Steven posisi titik P adalah (x, y, z). Jika kelajuan cahaya dalam kerangka ini juga sama dengan c, maka jarak OP menurut pengamat ini sama dengan ct.
Subtitusi persamaan (2) ke persamaan (*) maka
Agar persamaan ini sama dengan persamaan (**) maka,
Dari ketiga persamaan di atas kita peroleh,
Dengan demikian kita peroleh rumus transformasi Lorentz,
Untuk menyederhanakan penulisan di atas dapat dituliskan:
Sehingga persamaan-persamaan di atas dapat ditulis sebagai,
Bagaimana menyatakan posisi x dalam suku x’, y’, z’ dan ct’?? kita boleh mengikuti prosedur di atas atau cukup mengganti tanda aksen menjadi tidak dan sebaliknya serta mengambil kecepatan kerangka menjadi –v,
Jika v << c maka suku v2/c2 dapat diabaikan, dan γ ≈ 1, pada kondisi ini transformasi Lorentz menjadi,
Ternyata pada kelajuan rendah transformasi Lorentz berubah menjadi transformasi Galileo. Hal penting yang perlu diingat dari transformasi Lorentz adalah rumus transformasi Lorentz hanya berlaku untuk kondisi di mana x(0) = x’(0) = 0, yaitu kerangka S dan S’ berimpit ketika t = 0.
Transformasi Galileo

Transformasi Galileo

Steven berdiri di tanah (kerangka S) dan Camelia berada dalam lori (kerangka S’). Lori bergerak dengan kelajuan konstan v sepanjang sumbu X positif relatif terhadap tanah (gambar 1). Suatu peristiwa (ledakan kecil) terjadi titik P. misalkan kerangka S dan S’ berimpit ketika t = 0, menurut Steven peristiwa ini terjadi pada koordinat ruang (x, y, z) dan pada waktu t. dalam koordinat ruang-waktu, koordinat titik P ditulis (x, y, z, t).
tranformasi Galileo

Menurut Camelia, peristiwa ini terjadi pada posisi (x’, y’, z’, t’) seperti ditunjukkan dalam gambar 1. Hubungan berbagai koordinat dapat ditulis sebagai
 
Persamaan (1) di atas disebut transformasi Galileo.
Jika kerangka S dan S’ tidak berimpit ketika t = 0, maka persamaan (1)  tidak lagi berlaku. Misalkan pada saat t = 0, pusat koordinat S’ berada pada koordinat x = x0, maka hubungan koordinat ruang-waktu di S dan S’ menjadi:
Namun perlu diperhatikan bahwa bentuk selisi (perubahan jarak dan waktu) dari persamaan (1) dan (2) adalah sama, yaitu:
Anggap sebuah mobil mainan bergerak di dalam roli searah dengan gerak lori. Menurut Steven dalam waktu t mobil-mobilan itu telah menempuh jarak ∆x. Menurut Camelia mobil-mobilan itu telah menempuh jarak ∆x’ = ∆x – v∆t. Menurut transformasi Galileo t’ = t sehingga
Jika kita ambil limit t’ = t à 0 dan kita definisikan u’x dan ux sebagai kecepatan sesaat dari benda menurut S’ dan S, maka persamaan di atas dapat ditulis menjadi:
Hasil terakhir ini dinamakan penjumlahan kecepatan menurut Galileo. Rumus ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari tetapi rumus ini sangat kontadiksi jika diterapkan pada gelombang elektromagnetik.
Kontraksi Panjang (length contaction)

Kontraksi Panjang (length contaction)

Tidak hanya interval waktu antara dua peristiwa bergantung pada kerangka acuan pengamat, tetapi jarak antara dua titik juga mungkin bergantung pada kerangka acuan pengamat. Konsep simultanitas yang terlihat. Misalnya Anda ingin mengukur panjang mobil yang bergerak. Salah satu cara melakukannya adalah dengan memiliki dua asisten untuk membuat tanda pada jalan yang beraspal di posisi bumper depan dan belakang. Kemudian Anda mengukur jarak antara tanda tersebut. Tetapi  asisten-asisten Anda harus membuat tanda mereka pada waktu yang sama. Jika salah satu menandai posisi bumper depan pada satu waktu dan tanda lainnya posisi bumper belakang setengah detik kemudian, Anda tidak akan mendapatkan panjang mobil yang sebenaranya. Karena kita telah mempelajari bahwa simultanitas  bukan merupakan suatu konsep yang mutlak, kita harus melanjutkan dengan hati-hati. Untuk mengembangkan hubungan antara panjang yang diukur sejajar dengan arah gerak dalam berbagai sistem koordinat, kita menganggap eksperimen lain yang terpikirkan. Kita memasang suatu sumber cahaya pada salah satu ujung penggaris dan cermin pada ujung penggaris lainnya. Penggaris itu dalam keadaan diam dalam kerangka acuan S’ dan panjangnya dalam kerangka ini adalah l0 (Gambar.1a).
Gambar 1: (a) pulsa cahaya yang diukur oleh S' (Nadya) dan (b) pulsa cahaya yang diukur oleh S (Stephen)

Maka waktu ∆t’ yang dibutuhkan sebuah pulsa cahaya untuk melakukan perjalanan pulang-pergi dari sumber ke cermin dan kembali ke sumber adalah 
 
Ini adalah interval waktu yang tepat karena keberangkatan dan kembali terjadi pada saat yang sama di S’.Dalam kerangka acuan S penggaris bergerak ke kanan dengan kecepatan u selama perjalanan dari pulsa cahaya itu(Gambar.1b). Panjang penggaris itu dalam S adalah l dan Waktu perjalanan dari sumber ke cermin, yang diukur dalam S, adalah ∆t1 bergerak sejauh u∆t1. Panjang total lintasan dari sumber ke cermin bukan l tetapi sama dengan 
d = l + ut1 
pulsa cahaya itu berjalan dengan laju c, sehingga benar juga bahwa 
d = ct1 
maka kita dapatkan bahwa 
ct1 = l + ut1 
atau
 
(dengan membagi jarak l dengan cu tidak berari bahwa cahaya itu berjalan dengan laju cu, tetapi hal itu berarti bahwa jarak yang ditempuh oleh pulsa itu dalam S lebih besar daripada l).Dengan cara yang sama kita dapat memperlihatkan bahwa waktu ∆t2 untuk perjalanan kembali dari cermin ke sumber adalahWaktu total ∆t = ∆t1 + ∆t2 untuk perjalanan pulang pergi, seperti yang diukur dalam S adalah
 
Kita juga mengetahui bahwa ∆t dan ∆t’ dihubungkan oleh persamaan ∆t = ∆t’/γ, karena ∆t’ adalah
 
waktu sesungguhnya (proper time) dalam S’. Jadi waktu untuk perjalanan pulang pergi dalam kerangka diam S’ dari penggaris itu menjadi
 
Akhirnya dengan menggabungkan kedua persamaan terakhir untuk menghilangkan ∆t, kita peroleh
 
Jadi, panjang l yang diukur dalam S, di mana penggaris bergerak adalah lebih pendek daripada panjang l0 yang diukur dalam kerangka diamnnya S’. Catatan: ini bukanlah suatu ilusi optis! Memang benar adanya bahwa penggaris itu lebih pendek dalam kerangka acuan S daripada dalam kerangka diamnya S’. Sebuah panjang yang diukur dalam kerangka di mana benda itu diam dinamakan panjang sesungguhnya (proper time). Jadi l0 adalah panjang sesungguhnya dalam S’ dan panjang yang diukur dalam kerangka lain yang bergerak relatif terhadap S’ lebih kecil daripada l0. Efek ini dinamakan kontaksi panjang yang didefinisikan dalam persamaan terakhir di atas.
Paradoks Kembar

Paradoks Kembar

Suatu kejadian yang menarik dari masalah pemuluran waktu adalah gejala yang terkenal dengan sebutan paradoks kembar. Misalnya ada 2 orang kembar, Michelle dan Andreas. Michelle pergi berpetualang saat berumur 30 tahun menuju ke sebuah planet X yang berjarak 30 tahun cahaya dari bumi. Pesawat antariksanya dapat dipercepat sampai mencapai kelajuan cahaya. Setelah tiba di planet X, Michelle menjadi sangat rindu dengan rumahnya dan segera kembali ke Bumi dengan kelajuan sangat tinggi yang sama. Ketika tiba di Bumi, Michelle sangat terkejut karena melihat kota yang ditinggalkannya telah berubah menjadi kota supermodern dan saudara kembarnya, Andreas, telah berusia 75 tahun dan menderita sakit tua. Michelle sendiri hanya bertambah usia 10 tahun menjadi 40 tahun. Ini terjadi karena proses biologi dalam tubuhnya mengalami perlambatan selama perjalanannya mengarungi antariksa.

Letak paradoksnya adalah: dari kerangka acuan Andreas, dia adalah diam sementara saudaranya Michelle bergerak degan kecepatan sangat tinggi. Pada pihak lain, menurut Michelle, dia adalah diam sementara saudara kembarnya di bumi bergerak menjauhinya kemudian mendekatinya.
Pemecahan masalah paradoks tersebut bergantung pada ketidaksimetrisan kehidupan pasangan kembar itu. Dalam seluruh hidupnya, Andreas yang di Bumi selalu berada dalam kerangka acuan inersial, kecuali periode singkat ketika Michelle membalikkan pesawatnya menuju Bumi, tetapi periode ini dapat diabaikan. Dengan demikian, perhitungan Andreas sebagai acuan dalam menghitung selang waktu perjalanan Michelle adalah sah (benar) menurut teori relativitas khusus. Sebaliknya, Michelle mengalami sederetan percepatan dan perlambatan selama perjalanannya ke planet X dan kembali ke rumah, dan karena itu ia tidak selalu dalam gerak lurus beraturan. Ini berarti Michelle berada dalam suatu kerangka acuan non-inersial selama sebagian waktu dari perjalanannya, sehingga perhitungan selang waktu berdasarkan teori relativitas khusus adalah tidak sah dalam kerangka acuan ini. Jadi, kesimpulan yang benar adalah petualang angkasa selalu lebih muda ketika kembali ke Bumi.
Dilasi waktu

Dilasi waktu

Fakta bahwa pengamat dalam kerangka inersia yang berbeda selalu mengukur interval waktu yang berbeda antara sepasang peristiwa dapat diilustrasikan dengan cara lain dengan mempertimbangkan kendaraan bergerak ke kanan dengan kecepatan v, seperti pada Gambar 1a. 

Gambar 1: Gerak menurut kerangka O' (b) gerak menurut kerangka O
Sebuah cermin dipasang tetap di langit-langit kendaraan, dan pengamat O’, saat diam dalam sistem ini, memegang laser pada jarak d di bawah cermin. Laser memancarkan pulsa cahaya yang diarahkan cermin (peristiwa 1), dan pada beberapa waktu kemudian, setelah dipantulkan dari cermin, pulsa cahaya tiba kembali di laser (peristiwa 2). Pengamat O‘ membawa jam C, yang ia gunakan untuk mengukur interval waktu ∆t’ antara kedua peristiwa. Karena pulsa cahaya memiliki kecepatan sebesar c, waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan dari O’ ke cermin dan kembali lagi dapat ditemukan dari definisi kecepatan:
Interval waktu ∆t’, diukur oleh pengamat O’, yang membawa jam C dari kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan v.
Sekarang perhatikan peristiwa yang sama seperti yang dilihat oleh pengamat O dalam kerangka acuan kedua (Gambar. 1b). Menurut pengamat O (kerangka acuan inersial/ kerangka acuan yang diam), cermin dan laser yang pindah ke kanan dengan kecepatan v, dan sebagai hasilnya, urutan kejadian yang muncul berbeda untuk Pengamat O. Pada saat cahaya dari laser mencapai cermin, cermin telah pindah ke kanan jarak v∆t/2, di mana ∆t adalah interval waktu yang diperlukan pulsa cahaya untuk berpindah dari O ke cermin dan kembali yang diukur dengan O. Dengan kata lain, O menyimpulkan bahwa, karena gerakan kendaraan, jika pulsa cahaya sampai ke cermin, pulsa cahaya harus meninggalkan laser pada sudut tertentu terhadap arah vertikal. Membandingkan gambar 1.a dan 1.b, kita melihat bahwa cahaya melakukan perjalanan lebih jauh di (b) dari pada di (a). (Perhatikan bahwa setiap pengamat tidak tahu bahwa dia sedang bergerak. Setiap pengamat diam di dalam kerangka inersianya sendiri.)
Gambar 2
Menurut postulat kedua relativitas khusus, baik pengamat O dan O’ harus mengukur kecepatan cahaya c yang sama. Karena cahaya berpindah lebih jauh menurut pengamat O, maka ∆t, interval waktu yang diukur oleh O lebih panjang dari interval waktu ∆t’ diukur oleh pengamat O’. Untuk mendapatkan hubungan antara ∆t dan ∆t’, lebih mudah menggunakan segitiga siku-siku yang ditunjukkan pada gambar 2. Teorema phytagoras memberikan
 
Pecahkan untuk mendapatkan 
 

Karena
Maka
di mana γ = (1 – v2/c2)-1/2. Karena γ selalu lebih besar dari satu, jadi, menurut pengamat di O jam yang ada di O’ tampak lebih lambat (seolah-olah waktu memuai atau mulur). Efek ini dikenal sebagai dilasi waktu (pemuaian waktu). Interval waktu ∆t’ pada persamaan di atas disebut waktu yang sesungguhnya (proper time). Secara umum, waktu yang sesungguhnya, dilambangkan tp, didefinisikan sebagai interval waktu antara dua Peristiwa yang diukur oleh pengamat yang melihat peristiwa terjadi pada titik yang sama dalam ruang. Dalam kasus kami, pengamat O’ mengukur waktu yang tepat/sesungguhnya. Artinya, waktu yang tepat/sesungguhnya adalah waktu yang selalu diukur oleh pengamat bergerak bersama dengan jam. Maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai
Dilasi waktu adalah fenomena yang sangat nyata yang telah diverifikasi oleh berbagai eksperimen. Misalnya, muon, partikel dasar yang tidak stabil yang memiliki muatan sama dengan elektron dan massa 207 kali dari elektron. 

Gambar 3
Muon secara alami diproduksi oleh tabrakan radiasi kosmik dengan atom di ketinggian beberapa ribu meter di atas permukaan Bumi. Muon memiliki umur hidup hanya 2,2 μs ketika diukur dalam kerangka acuan yang diam terhadap mereka. Jika kita mengambil 2,2 μs (waktu yang tepat) sebagai Rata-rata umur hidup muon dan menganggap bahwa kecepatannya mendekati kecepatan cahaya, kita akan menemukan bahwa partikel-partikel ini bisa menempuh jarak sekitar 650 m sebelum mereka hancur. Oleh karena itu, mereka tidak bisa mencapai atmosfer bumi dari dari tempat mereka diproduksi. Namun, eksperimen menunjukkan bahwa sejumlah besar muon mencapai Bumi. Fenomena dilasi waktu menjelaskan efek ini (lihat Gambar. 3a). Sehubungan dengan pengamat di Bumi, muon memiliki masa hidup γτ dengan τ = 2,2 μs adalah umur hidup dalam kerangka acuan gerakan muon. Sebagai contoh, untuk v = 0.99c, γ = 7,1 dan γτ = 16 μs. Oleh karena itu, rata-rata jarak perjalanan yang diukur oleh pengamat di Bumi adalah v = 4700 m, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3b.
Percobaan Robert Milikan

Percobaan Robert Milikan

Setelah perbandingan q/m elektron ditemukan, fisikawan mencoba untuk mengukur besarnya nilai q itu sendiri. Pada tahun 1910-1913, Robert Andrew Milikan seorang ilmuwan asal Amerika berhasil mengukur muatan elektron. Alat-alat yang digunakan dalam percobaan Milikan ini ditunjukan secara skematik pada gambar 1.

gambar percobaan milikan
Gambar 1: Pecobaan Milikan
Pada gambar 1, tampak teropong dan sumber cahaya. Teropong digunakan untuk melihat apa yang terjadi dalam tabung. Sumber cahaya membantu menerangi bagian dalam tabung ini. Di dalam tabung terdapat keping A dan B yang dapat diberi muatan. Keping ini berlubang ditengahnya. Tepat di atas lubang terdapat sebuah penyemprot yang dapat menyemprotkan butir-butir minyak.
Percobaan dilakukan dengan menyemprotkan minyak di dalam tabung. Ketika disemprotkan, sebagian tetes minyak menjadi bermuatan, gerakan tetes dapat diatur dengan mengatur medan listrik  dalam tabung. Ketika tidak ada medan listrik di dalam tabung, gaya yang bekerja pada tetes minyak hanyalah gaya berat dan gaya gesek kv. (Sebenarnya juga terdapat gaya apung, namun gaya ini sangat kecil sehingga dapat kita abaikan). Pada keadaan seperti ini tetes minyak yang akan bergerak ke bawah dengan kelajuan terminal vt (gambar 2a).
Gambar 2
Ketika medan listrik dalam tabung dinyalakan, medan listrik diatur sedemikian sehingga tetes minyak bergerak ke atas dengan kelajuan rendah, vr (gambar 2b). Dengan mengamati gerak tetes minyak dalam tabung melalui teropong, kelajuan vt dan vr dapat diukur. Dari persamaan gerak untuk kedua keadaan gerak seperti pada gambar, dan dengan mengeleminisasi konstanta gesekan, k, diperoleh
Medan listrik E dihitung dari beda potensial ∆V dibagi jarak antara pelat d, sedangkan massa tetes minyak m dihitung dari massa jenis dikali volumenya (massa tetes minyak ini tidak dapat ditimbang, tidak ada ada timbangan yang cukup ketelitiannya untuk mengukur massa tetes minyak ini). Untuk menghitung volume, jari-jari tetes minyak didapat dari teorema Stokes yang dimodifikasi (untuk kecepatan rendah).
Dari ribuan tetes, Milikan menemukan bahwa tetes merupakan kelipatan dari suatu nilai. Uatan Ia mendapatkan muatan tetes: -6,4 x 10-19 C, -1,44 x 10-19 C, -8 x 10-19 C, -,1,6 x 10-19 C, 4,8 x 10-19 C, dan -1,6 x 10-18 C. Tidak pernah ia mendapatkan muatan muatan -2,2 x 10-19 C atau 5,6 x 10-19 C dan tidak perna ia mendapatkan tetes yang muatannya kurang dari -1,6 x 10-19 C.
Jadi dapat dikatakan bahwa muatan tetes selalu kelipatan bilangan bulat dari muatan terkecil qe = -1,6 x 10-19 C atau muatan tetes minyak bersifat diskrit (tidak kontinu artinya hanya mengambil harga-harga tertentu saja, yaitu 1qe, 2qe, 3qe, dan seterusnya),
Muatan tetes = (1, 2, 3, 4, 5, . . .) x qe
Dengan
qe = -1,6 x 10-19 C
percobaan-percobaan modern yang sangat akurat menunjukkan bahwa
qe = -1,60217733 x 10-19 C
sejak penemuan Milikan banyak percobaan dilakukan untuk menunjukkan bahwa qe merupakan muatan partikel terkecil yang menjadi penyusun atom. Juga dibuktikan secara langsung bahwa berkas sinar katoda terdiri dari partikel yang muatannya qe. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa partikel terkecil yang menjadi penyusun atom adalah elektron yang muatannya sebesar qe.
Dengan menggunakan nilai qe pada hasil q/m dari percobaan Thomson, kita dapat peroleh besarnya massa elektron me.
q/m = 1,76 x 1011 C/kg
m = q/(1,76 x 1011 C/kg) = 1,6 x 10-19 C/(1,76 x 1011 C/kg) = 9,1 x 10-31 kg
atau perhitungan yang lebih akurat memberikan massa elektron adalah
me = 9,1093897 x 10-31 kg

Catatam: Dalam perkembangan fisika modern ada teori  yang mengatakan bahwa muatan kuark lebih kecil daripada muatan elektron. Namun tidak pernah ditemukan kuark tunggal. Kuark selalu ditemukan berpasangan atau bertiga yang jumlah total muatannya selalu kelipatan bilangan bulat dari harga mutlat muatan elektron. Jadi sampai saat ini boleh dikatakan muatan terkecil adalah muatan elektron.
Percobaan Thomson

Percobaan Thomson

Percobaan Thomson dilakukan bukan saja untuk membuktikan bahwa sinar katoda merupakan berkas bermuatan negatif, tetapi juga mengukur perbandingan antara muatan dan massa partikel bermuatan negatif itu.
gambar percobaan Thomson
Gambar 1: Percobaan Thomson
Gambar 1 melukiskan percobaan yang Thomson lakukan. Ujung tabung dilapisi zat fluoresen yang ketika ditumbuk oleh berkas sinar katoda akan memancarkan cahaya.
  1. Mula-mula Thomson melalukan percobaan tanda medan magnet ataupun medan listrik. Sinar katoda yang ditembakkan bergerak lurus menumbuk ujung tabung, F, sehingga ujung tabung tampak bintik cahaya. Posisi bintik cahaya ini Thomson beri tanda pada suatu kertas berskala.
  2. Kemudian Thomson memberikan memberikan medan listrik pada kedua keping logam, dengan keping atas bermuatan negatif dan keping bawah bermuatan positif. Ternyata bintik cahaya bergeser ke bawah, titik E. Ini menunjukkan bahwa berkas sinar katoda menyimpang ke arah bahwa.
  3. Ketika medan listrik diganti dengan medan magnet yang arahnya ke luar bidang kertas, ternyata bintik bergeser ke atas, titik D, (sinar katoda menyimpang ke arah atas).
  4. Percobaan 2 dan 3 menunjukkan bahwa sinar katoda terdiri dari partikel bermuatan negatif (jika partikelnya positif arah simpangan akan berlawanan dengan apa yang ditunjukkan pada hasil percobaan 2 dan 3).
Gambar 2: Analisis gerak sinar katoda

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari percobaan Thomson, mari kita menganalisis gerak elektron dalam tabung. Gambar 2 menunjukkan lintasan dari partikel negatif memasuki medan listik  E dan daerah medan magnet, B dengan kecepatan horisontal vx. Pertimbangkan pertama hanya medan listrik E antara pelat. Untuk kasus ini, vx tetap konstan di seluruh gerak karena tidak ada gaya yang bekerja dalam arah x. Gerak partikel arah sumbu y mengalami percepatan konstan ke atas karena dipengaruhi gaya listrik antar pelat dan partikel mengikuti lintasan seperti parabola dengan simpangan atau sudut defleksi sebesar θ. Karena kecepatan awal arah sumbu y sama dengan nol maka
vy = ayt
karena ay = Fe/m = Ee/me = Ve/med dan t = l/vx, di mana d adalah jarak antara dua pelat yang dihubungkan dengan beda potensial V dan l adalah panjang pelat, maka
Dari gambar 2, kita peroleh, tan θ = vy/vx, sehingga
Asumsikan bahwa suduk defleksinya sangat kecil sehingga, tan θ ≈ θ, maka
Perhatikan bahwa sudut defleksi, θ, tegangan dipasang di antara kedua pelat, V, panjang pelat dan jarak antara kedua pelat semua bisa diukur. Oleh karena itu, Thomson hanya perlu mengukur vx untuk menentukan e/me. Thomson menentukan vx dengan memberikan medan magnet, B dan menyesuaikan besarnya hanya menyeimbangkan medan listrik E yang ada. Dengan menyamakan gaya akibat medan listrik dan gaya akibat medan magnet memberikan
Subtitusikan vx ini ke dalam persamaan sebelumnya kita peroleh:
Nilai e/m yang diterima saat ini adalah 1,758803 x 1011 C/kg. Meskipun nilai asli yang diterima Thomson hanya sekitar 1 x 1011 C/kg.
Thomson tidak hanya menghitung nilai e/m tetapi Ia juga menunjukkan bahwa q/m itu berlaku untuk semua sinat katoda yang dihasilkan dari berbagai jenis material. Jadi, Thomson berkesimpulan bahwa sinar katoda merupakan partikel yang dimiliki oleh semua jenis material.
Jika kita bandingkan, ternyata q/m untuk sinar katoda 1833 kali lebih besar dari harga q/m ion hidrogen yang diukur melalui percobaan elektrolisis. Perbandingan ini menyiratkan dua kemungkinan:
  • muatan partikel sinar katoda jauh lebih besar daripada muatan ion hidrogen dan
  • massa partikel sinar katoda jauh lebih kecil daripada massa ion hidrogen.
Thomson kemudian melakukan ekperimen yang walaupun tidak akurat, tetapi dapat menunjukkan bahwa muatan partikel sinar katoda ini hampir sama dengan muatan ion hidrogen sehingga ia berkesimpulan bahwa massa partikel sinar katoda jauh lebih kecil dari massa ion/atom hidrogen. Dari sini ia mengusulkan suatu hipotesis bahwa atom bukanlah bagian terkecil dari suatu material, tetapi atom tersusun dari partikel-partikel lain yang salah satunya adalah partikel sinar katoda. Thomson menamakan sinar katoda ini dengan elektron.
PERCOBAAN MICHELSON-MORLEY

PERCOBAAN MICHELSON-MORLEY

Gejala gelombang secara umum dapat didefenisikan sebagai rambatan gangguan periodik melalui zat perantara. Perambatan gelombang ini berlangsung, bergantung pada gaya-gaya yang bekerja antarpartikel zat perantaranya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan mengapa setelah segera setelah Maxwell memperlihatkan bahwa kehadiran gelombang elektromagnet diramalkan berdasarkan persamaan-persamaan elektromagnet klasik, para fisikawan segera melakukan berbagai upaya untuk mempelajari sifat zat perantara yang berperan bagi perambatan gelombang elektromagnet ini. Zat perantara ini disebut eter, namun karena zat ini belum pernah teramati dalam percobaan, maka dipostulatkan bahwa ia tidak bermassa dan tidak tampak, tetapi mengisi seluruh ruang, dan fungsi satu-satunya untuk merambatkan gelombang elektromagnet.
Konsep eter ini sangat menarik karena; pertama, sulit untuk membayangkan bagaimana sebuah gelombang dapat merambat tanpa memerlukan zat perantara – bayangkan gelombang tanap air; kedua, pengertian dasar eter ini berkaitan erat dengan gagasan Newton tentang ruang mutlak – eter dikaitkan sistem koordinat semesta agung. Dengan demikian, keuntungan sampingan yang akan diperoleh  dari penyelidikan terhadap eter ini adalah bahwa dengan mengamati gerak bumi mengarungi eter, akan terungkap pula gerak bumi relatif terhadap “ruang mutlak”. Percobaan awal yang paling saksama untuk mendapatkan bukti kehadiran eter dilakukan pada tahun 1887 oleh fisikawan Amerika, Albert A. Michelson dan rekannya E.W. Morley. Mereka menggunakan interferometer Michelson.

Dalam percobaan ini, seberkas cahaya monokromatik dipisahkan menjadi dua berkas yang dibuat melewati dua lintasan berbeda dan kemudian diperpadukan kembali. Karena adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh kedua berkas, maka akan dihasilkan suatu pola interferensi.
Anggaplah interferometer pada gambar bergerak dari kanan ke kiri dengan kecepatan v relatif terhadap eter. Kemudian relatif terhadap interferometer ada angin eter dengan kecepatan ini dari kiri ke kanan. Kita mula-mula menghitung waktu t1untuk cahaya, yaitu waktu yang dibutuhkan cahaya untuk menempuh jarak dari  pengamat ke cermin A dan kembali ke pengamat, dan waktu t2 adalah waktu untuk menempuh jarak dari pengamat ke cermin B dan kembali, dan dianggap bahwa kecepatan cahaya relatif terhadap bumi (dan di sini terhadap interferometer). Dalam alat Michelson-Morey kedua cermin A dan B adalah tetap dalam posisi. Panjang L1 dan L2adalah sama, maka:
            L1 = L2 = L.
Jika c adalah kecepatan cahaya yang relatif terhadap eter maka kecepatan sinar 1 relatif terhadap interferometer, bila sinar ini bergerak dari pengamat ke cermin A adalah (c + v) dan waktu yang dibutuhkan adalah L/(c + v). Sinar yang dipantulkan dari A merambat berlawanan arah dengan angin eter, kecepatannya relatif terhadap interferometer adalah (c - v), dan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak L adalah L/(c - v). Jumlah waktu untuk perjalanan keliling adalah:
Lintasan sinar 2, relatif terhadap interferometer, tegak lurus pada angin eter. Dalam perjalanan dari pengamat ke B, sinar itu harus bergerak lambat menentang arus, dengan kecepatan relatif terhadap eter. Resultan kecepatan ini dan kecepatan v adalah tegak lurus pada angin eter dan besarnya adalah (c2 – v2)1/2. Kecepatan ketika kembali adalah juga (c2 – v2)1/2 dan waktu t2 untuk perjalanan keliling adalah:
Perbedaan waktu perjalanan untuk sinar 1 dan 2 adalah t1 – t2 = ∆t, perbedaan lintasannya ∆x adalah c∆t, sehingga:

Sekarang umpamakan interferometer berputar 900 dari posisinya, atau sebesar sudut sedemikian rupa sehingga angin eter pada diagram adalah vertikal. (Alat Michelson dipasang pada dasar yang berat supaya stabil, dan terapung i atas air raksa sehingga dapat bergerak dengan mudah). Maka sinar 1 dan 2 bertukar peranan dan beda lintasan x adalah:

Sebagai akibat dari perputaran, beda lintasan berubah sebesar ∆x – ∆x'. Perubahan satu panjang gelombang menyebabkan perubahan satu rumbai memotong garis referensi bila dilihat dengan teleskop, sehingga perubahan rumbai yang diharapkan m adalah:
 
Jika v kecil dibandingkan dengan c, maka perbandingan v2/c2sangat kecil dan aproksimasi yag baik adalah:
Kemudian aproksimasi ini menjadi:

Umpama kecepatan v adalah kecepatan orbit bumi mengelilingi matahari kira-kira 3 x 104m/dt. Maka:

Dengan memantulkan sinar 1 dan 2 bolak-balik beberapa kali, panjang L menjadi ekivalan dengan 11 m. Perubahan rumbai yang diharapkan untuk panjang gelombang cahaya hijau = 5,5 x 10-7 adalah:

atau sebanyak empat sepersepuluh rumbai. Perubahan yang diiliki Michelson dan Morley lebih kecil dari seperseratus rumbai, dan mereka berkesimpulan bahwa pada kenyataannya, pada batas-batas penyelidikan yang tidak pasti ini, perubahan adalah nol, dengan mengabaikan kecepatan orbit bumi yang nampakanya relatif diam terhadap eter. Hasil ini merupakan teka-teki, dan masa kini penyelidikan Michelson-Morey ini sangat berarti sebagai hasil negatif yang pernah didapat.
Berbagai upaya dilakukan untuk menjelaskan hasil negatif dari eksperimen Michelson-Morey, dan untuk menyelamatkan konsep kerangka eter dan transformasi kecepatan Galileo untuk cahaya. Seluruh proposal yang dihasilkan dari upaya-upaya ini telah dibuktikan salah. Tidak ada eksperimen dalam sejarah fisika yang pernah sebegitu beraninya menjelaskan suatu ketiadaan hasil penelitian yang diperkirakan seperti eksperimen Michelson-Morey. Einsteinlah yang memecahkan persoalan tersebut pada tahun 1905 dengan teori relativitas khusus yang digagasnya.